Oleh : Aminatuz Zuhriah
(Mahasiswa IAIBAF, Prodi Ilmu al-Quran dan Tafsir, Tambakberas, Jombang)
BAB I
PENDAHULUAN
- LATAR BELAKANG
Sebagai seorang pedagang Al-Ustadz Abdullah Thufail Saputra pernah berkeliling ke berbagai wilayah Indonesia sampai ke pelosok-pelosok nusantara. Sehingga, dia melihat bahwa amalan ummat Islam dimana-mana jauh dari tuntunan Islam. Karena mereka hanya mengikuti amalan-amalan dari nenek moyang mereka. Hal inilah yang menyebabkan mereka tidak bisa bersatu. Dia telah menempuh berbagai cara untuk menyatukan kelompok-kelompok Islam namun tidak mendapat tanggapan yang positif dari para tokoh di kalangan ummat Islam. Akhirnya dia memutuskan untuk mendirikan lembaga dakwah yang bertujuan mengajak ummat Islam kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang kemudian diberi nama Yayasan Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) di Surakarta.[1]
- RUMUSAN MASALAH
- Apakah MTA itu ?
- Bagaimanakah Doktrin MTA itu ?
- TUJUAN
- Untuk mengetahui definisi MTA.
- Untuk mengetahui pemikiran MTA.
BAB II
PEMBAHASAN
- DEFINISI MTA
MTA (Majlis tafsir al- Qur’an) didirikan oleh Abdulllah Thufail Saputra di solo pada 19 september 1972. Ia seorang pedagang yang sering berkunjung ke berbagai kota di indonesia sebelum mendirikan organisasi ini. MTA dirintis dengan tujuan mengajak masyarakat untuk kembali kepada al quran.
Setelah [2]sekian lama berjalan, MTA kini di pimpin oleh Ustadz Ahmad Sukina yang menurut berbagai sumber adalah mantan warga Muhammadiyah. Setelah MTA di pimpinnya jamiyah ini semakin berkembang dan melebarkan sayap dakwahnya via radio, televisi, majalah, dan media lainnya. Kuantitas pengikut mereka semakin banyak, mulai dari Solo Raya,( Meliputi Karang anyar, Wonogiri, Klaten, Sragen, Surakarto, dan Suraharjo). Sekarang menambah ke Blora, Cepu, Purwodadi, Rembang, Yogyakarta, Magelang, Purworejo, Purwokerto, Ngawi, Bojonegoro, Nganjuk, Demak, dan Salatiga. Bahkan sampai luar jawa, Seperti Medan, dan luar negeri.
Dahulu, sebelum tampak kepemimpinan MTA, diserahkan kepada Ustadz Ahmad Sukina, penyebaran dakwah MTA, tidak begitu menusuk. Namun pasca dipimpinan nya, MTA Tampil lebih berani mengkritik habis Tradisi dan Amaliyah Nu dengan ungkapan yang sangat menyakitkan. Bahkan pengikut MTA di tingkat bawah juga mulai berani menentang dan menuduh apapun yang tidak sejalan dengan MTA dengan Stigmatisasi sesat dan syirik, adzan dan iqamah di telinga bayi yang baru di lahirkan dituduh sebagai perbuatan syirik. Hal ini akhirnya memicu perselisihan antar warga di akar rumput.
Memang tidak semua warga MTA melakukan tindakan seperti itu, banyak juga warga MTA yang bijaksana dan toleran dengan war ga nahdhiyin dan mau mengikuti kegiatan mereka. Terutama warga MTA di luar Solo Raya. Beberapa kali Ustadz Ahmad Sukina di ajak bertemu , dan berdialog secara ilmiyah dengan Kiyai NU dan Habaib di solo, namun selalu menolak dengan alasan yang tidak jelas. Pendakwah mereka ditingkat bawah juga demikian. Saya adalah salah satu orang mendengar secara langsung dari mereka bahwa dialog ilmiyah dilarang oleh pimpinan mereka. Ustadz Ahmad Sukina.
Sebenarnya, banyak kalangan yang bertanya dan bahkan meyakini, bahwa Ustadz Ahmad Sukina tidak punya dasar pemahaman baik tentang ilmu dasar bahasa arab, nahwu, dan sharaf. Apalagi ilmu Balaghoh (sastra arab) ilmu ushul fiqih, kaidah fiqih, hisab, dan falak , faraidh , arudh, tauhid, qiraah sabah , mantiq dan selainnya yang lebih rumit. Ketidak beraniannya datang dalam dialog ilmiyah diyakini banyak kalangan karena khawatir berdebat dan habis pengikutnya. Wallahu a’lam. Presepsi ini semakin kuat dengan banyaknya cerita dari pendengar pengajian Ahmad Ustadz Sukina sering salah dalam membaca al quran , seperti tidak memperhatikan panjang pendek bacaan dan tajwidnya. Ada cerita dari Ustadz muda di sragen kepada saya, bahwa seorang pengikut MTA di salah satu desa boyolali memohon kepada seorang kiyai ( saudara ustadz muda itu ) yang kebetulan warga NU Untuk mengajarinya mendalami buku Amtsilati (panduan cara membaca susunan kalimat Arab tanpa harakat dan makna yang di tulis oleh kiai NU di jepara). Ia di tanya oleh Kiyai tersebut, kenapa tidak minta di ajari pimpinan nya, (ustadz Ahmad Sukina )? Ia menjawab bahwa pimpinan nya tidak bisa mengajari teori tersebut. Sang Kiyai kembali bertanya, : Jika sudah tau pimpinan anda seperti itu,maka kenapa Anda mengaji kepadanya? Ia mmenjawab : ‘ Saya hanya terima jadi saja, dan ikut ikutan mengaji. Inilah pengakuan pengikut MTA atas kapabilitas keilmuan pimpinannya.
Dalam majlis pengajian mereka, seperti tertulis dalam situs MTA materi yang di berikan adalah tafsir al quran, yang di keluarkan DEPAG (Departmen Agama ) Dan kitab kitab tafsir lainnya, baik karya ulama’ salaf maupun ulama’ khalaf . Kitab tafsir yang di pelajari saat ini adalah Tafsir ibnu katsir (Terjemahan ) dan tafsir ibnu abbas. Inilah pengakuan mereka yang diragukan kebenarannya, sebab saya dan teman teman di solo raya tidak pernah menjumpai mereka, baik di tingkat pusat maupun bawah, yang belajar dengan metode seperti itu.
Dalam setiap pengajian Ahad pengajian di solo, MTA di pimpin oleh Ahmad sukina menggunakan brosur yang berisi ayat dan hadis, yang sudah diterjemahkan sebagai kajian dalam setiap pembahasan. Ada pula waktu tanya jawab dari peserta kepada ahmad sukina dengan berbagai macam ragam pernyataan. Dalam situs mereka ditulis :
‘ Dalam pengajian tersebut secara otomatis mencakup kajian hadis ketika pembahasan berkembang ke masalah lain, mau tidak mau harus merujuk hadis.’
Disinilah mulai muncul vonis vonis yang membuat resah warga NU di solo dan sekitarnya, dalam situs resmi MTA juga tertulis :
‘ MTA tidak mentafsiri al quran, tetapi mengkaji kkitab kitab tafsir yang ada dalam rangka pemahaman alquran agar dapat dihayati dan selanjutnya di amalkan’.[3]
Komentar saya, jika demikian, Apakah MTA telah mengikuti Faham Ulama’ islam? Namun pernyataan itu harus di buktikan, sebab bertentangan dengan klaim klaim yang sering mereka lontarkan sendiri. Kelompok dakwah MTA ini juga mendapat dukungan dari Neo Salafi Wahabi Ekstrim. H. Mahrus Ali, sidoarjo, jawa timur. Bahkan dia pernah diundang menjadi penceramah dalam suatu pengajian yang diadakan warga MTA di wilayah Cepu, Blora, dan Jawa tengah. Berita yang berkembang, kini MTA terpecah menjadi dua. MTA versi Abdullah Thufail Saputra kembali aktif dan tampil lebih toleran dengan mau menghadiri acara maupun kegiatan warga nahdhiyin. Sementara MTA versi Ahmad Sukina bersifat sebaliknya.
- DOKTRIN MTA
- Islam harus murni al quran dan as sunnah?
Saya sering mendengar atau membaca klaim MTA dalam berbagai komentar di internet, bahwa islam harus murni al quran dan as sunnah tanpa di tambah tambahi. Islam adalah islam dan budaya adalah budaya[4]. Islam tidak boleh dicampuradukkan dengan budaya dan selainnya.
Hemat saya klaim yang kerap memperdaya orang awam ini muncul akibat ketidakpahaman mereka memahami islam dan literatur sejarahnya secara benar . Apakah Rasulullah pernah melarang budaya? Jika klaim itu tidak ada dalil nya, berarti justru MTA yang telah melakukan bid’ah ; melarang sesuatu yang tidak pernah dilarang Rasulullah.
Lihatlah hadis shahih riwayat al hakim dalam al-mustadrak, Abu dawud dalam sunan, Imam Malik dalam al-Muwatta’ dan al- Baihaqi dalam as – sunan al kubra, diriwayatkan dari sahabat Abu buraidah al Aslami beliau berkata :
‘ Saat kami hidup di zaman jahiliyah ; bila dilahirkan seorang bayi bagi salah satu dari kami, maka kami menyembelih seekor kambing dan melumuri kepala bayi itu dengan darahnya. Namun setelah Allah mendatangkan islam, kami menyembelih kambing, mencukur rambut kepala bayi dan melumuri kepalanya dengan minyak za’faran. (HR. Al – hakim, Abu dawud , malik dan al baihaqi).
Bukankah hadis ini menceritakan budaya yang diakomodir oleh islam ? Bukankah islam tiak kaku dengan Stagan ? Berikut ini beberapa contoh budaya yang di terima islam :
a.Mengadakan resepsi pernikahan, memainkan musik , dan menghias pengantin juga merupakan budaya jahiliyah yang ditetapkan Rasulullah, Bahkan saat Rasulullah menikahkan putrinya beliau juga membuat resepsi dan menghiasnya.
b.Penyebaran pengantin baik pria atau wanita dengan nasehat nasehat yang baik juga budaya sebelum islam yang masih dilakukan dalam islam.
c.Melamar wanita untuk dinikahi juga budaya jahiliyah yang ditetapkan rasulullah dalam islam.[5]
d.Menyerahkan mahar dalam islam juga merupakan budaya jahiliyah yang di tetapkan dalam islam.
Sedangkan klaim mereka dalam beragama hanya berpedoman dengan al quran dan as sunnah yang berarti memnolak ijma’ dan qiyas, maka ketahuilah mereka telah keluar dari kesepakatan muslimin, baik kalangan sahabat maupun tabiin dan pengikut pengikut nya yang menerima ijma’ dan qiyas sebagai dalil agama, padahal banyak sekali masalah masalah agama yang sudah di cetuskan ulama’ lewat dalil ijma’ dan qiyas, ketahui pula, sesungguhnya ijma’ dan qiyas tidak akan pernah keluar dari al quran dan as sunnah.
Berikut ini dalil dalil legislatif ijma’dan qiyas :
- Dalil ijma’
Dalil yang mewajibkan kita mengikuti ijma’ adalah:
Dalam surat An nisa’ ayat 115
‘Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang orang mukmin. Kami berikan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah di kuasainya itu. Dan kami masukkan ia ke dalam jahannam , dan jahannam adalah seburuk buruk tempat kembali.
(HR. At tirmidzi , Ibnu majjah , Abu dawud, Ad daraqathni, al Hakim, dan Dhiyauddin ) .
- Ahmad dan Ibnu Majjah
‘ Ikutilah golongan besar ‘.
- Dalil qiyas
Dalil yang memperbolehkan qiyas (menyamakan hukum masalah yang belum ada dalam al quran, as sunnah, ijma’ dan qiyas dengan hukum yang sudah ada dalam ketiganya karena ada persamaan illat ) adalah hadis shohi yang di terima ullama’ :
Hadis yang di riwayatkan oleh Abu dawud dan selainnya, yang artinya : Sesungguh nya ketika rasulullah mengirim muadz bin jabal ke yaman, beliau berkata : ‘ Apa yang akan engkau lakukan ketika di hadapanmu ada masalah yang membutuhkan putusan ? Muadz menjawab ? : Saya akan memutusinya dengan kitabullah.’
‘ Jika tidak ada di kitabullah ? Tanya Rasulullah ‘Akan saya putuskan dengan Sunnah Rasulullah’ jawab Muadz . ‘ Jika Tidak ada dalam sunnah Rasulullah ? Tanya Rasulullah lagi. Muadz Menjawab : Saya akan berijtihad dan saya tidak akan berhenti ‘. Lalu Rasulullah memukul dada Muadz dan berkata : Segala puji bagi Allah yang telah memberikan taufiq nya kepada utusan Rasulullah pada apa yang merelakan Rasulullah. (HR. Abu dawud dan selainnya. ) Itulah dalil ulama’ tentang hujjah ijma’ dan qiyas.
- Merumuskan ayat dan menafsirkan hukum.
Al quran berbahasa Arab, dan sudah semestinya cara memahaminya harus menggunakan metodologi bahasa asal nya. Sebab itu ulama’ islam sepakat , sebelum menafsirkan al quran atau menggali hukum dari al quran dan as sunnah, seseorang harus mahir dalam berbagai disiplin ilmu, baik bahasa arab, naskh mansukh dan selainnya. Jika tidak dipastikan ia masuk dalam ancaman sabda Rasulullah. (HR.at- Tirmidzi dan selainnya)
Berikut ini syarat-syarat seseorang di bolehkan menafsirkan al quran :
- Mengetahui Lughot (Bahasa ) ‘arabiyah dan kaedah kaedahnya, seperti ilmu nahwu, shorof, dan selainnya.
- Mengetahui disiplin sastra Arab (Ilmu balaghoh ), seperti ma’ani, bayan, dan badi’
- Memahami betul ilmu ushul fiqih, seperti ‘am, khas, mujmal, mubayyan, muthlaq, muqayyad, dan lain lain.
- Mengetahui sebab sebab penurunan ayat ( asbab an nuzul ) al- quran.
- Mengetahui Naskh dan Mansukh.
- Mengetahui ilmu qiraat ( sab’ah atau ‘asyarah ).
- Ilmu Mauhibah, yakni ilmu yang hanya di peroleh oleh orang orang yang berhati bersih, tidak pernah memakan makanan syubhat , apalagi haram, ikhlas, tidak sombong, tidak cinta dunia atau ketenaran, dan semisalnya. [6]
Jika ada orang yang berkata : ‘ Yang kami pelajari adalah tafsir terjemah al quran terbitan DEPAG ’’, maka saya jawab,terjemah tersebut sah dan baik digunakan. Akan tetapi untuk mencetuskan hukum halal dan haram atau sesat nya suatu amalan, Anda harus mengetahui beberapa dalil lain serta mengetahui secara dalam piranti dan syarat syarat mujtahid. Karena yang selama ini saya amati, warga MTA hanya belajar dari terjemah al quran dan terjemah beberapa hadis, tetapi mereka sangat berani dan lantang menyalahkan amaliyah NU, seperti menyesatkan sholawatan dengan suara keras dan selainnya. Bukankah ini merupakan prilaku yang sangat tidak sesuai dengan ajaran kaum salaf ?
Berikut ini syarat – syarat mujtahid, yaitu kategori ulama’ yang boleh menggali hukum secara langsung dari al quran dan as sunnah yang di jelaskan syekh Muhammad Abu Zahrah dalam Tarikh al – Madzahib :
- Paham dan luas wawasan ilmu Arabiyahnya.
- Memahami ayat- ayat hukum dalam al quran dan as sunnah.
- Mempunyai pengetahuan terkait as sunnah.
- Memahami ijma’ dan ikhtilaf ulama’ .
- Mampu melakukakan qiyas.
- Memahami maqashid al ahkam.
- Sehat pemahamannya.
- Baik niat dan akidahnya, tidak sesat.
Jika tidak memenuhi syarat syarat tersebut, kemudian anda mempermainkan dalil dan merumuskan hukum sekenanya, maka anda termasuk orang yang di ancam Rasulullah :
‘Orang yang paling berani berfatwa dari kalian adalah orang yang paling berani masuk surga
(HR. Ad darimi )
Dalam I’lam al- Muwaqqi’in sebagaimana dikutip syaikh Abdur rahman Ankutti Maulavi, ulama’ india dalam sabil an najah 9 cet. Hakikat Kitabevi Istambul Turki – Ibnu Qayyim berkata :
‘ Barang siapa yang tidak memenuhi syarat ijtihad, maka tidak boleh baginya mengambil hukum dari al quran dan hadis. Sebab itu, mengikuti salah satu dari sekian madzhab wajib hukumnya bagi orang yang tidak menetapi syarat ijtihad’.[7]
Bencana umat ini adalah orang yang merasa pintar dan layak memahami dan mengambil hukum secara langsung dari al quran dan as sunnah, padahal jangankan ilmu ushul fiqh , tata bahasa arab saja tidak faham.
- ULAMA’ ADALAH ORANG ORANG ORTODOKS?
Ulama’ mempunyai peran yang besar dalam menjaga dan melestarikan agama sehingga eksis sampai sekarang ini. Merekalah yang membawa dan menjaga agama ini dari kejahatan pembuat kebatilan dan bid’ah. Mereka menjaga hadis dari pemalsuan kelompok sesat, menetapkan tonggak dasar dalam memerangi bid’ah dan kesesatan, mencurahkan waktu menghidupkan ilmu syariat, mengkodifikasi kitab hadis, tafsir, dan atsar generasi salaf, mencatat sejarah islam, dan berbagai peran penting lain, telah melakukan demi menjaga agama ini. Tidak ada yang mengingkari fakta ini kecuali orang yang matahatinya, dibutakan oleh Allah menjadi budak nafsu yang mencoba mengeliminasi pilar dan syiar agama ini.
Raulullah Bersabda :
‘Pembawa ilmu ini (syariat islam ) dari setiap generasi penerus adalah orang yang paling adil, yang menyelamatkannya, dari penyelewengan ( distorsi ) orang orang ekstrim, dakwaan pembuat kebatilan dan ta’wil orang orang yang bodoh (HR. Al Baihaqi dan selainnya, dan Ahmad menshahihkannya).
Imam Hasan Al Bishri berkata :
Andai bukan karena ulama’ pasti manusia akan seperti hewan.
Anehnya, MTA menyebut ulama’ sebagai kaum ortodoks (kolot ) . MTA yang enggan mengikuti ijtihad ulama’ dan berlindung di balik jargon ‘ Hanya al quran dan as sunnah yang benar ‘ telah menodai agama ini dengan menghilangkan jasa besar ulama’. Mereka melupakan jika ijtihad dari nash merupakan ajaran nabi, dan salah satu dasar agama, hanya karena sikap pede yang melebihi batas dan karena merasa paling berhak di anggap sebagai muslim yang mengamalkan quran dan sunnah dengan sebenar benarnya.
Jika mereka anti ulama’ seharusnya mereka tidak menggunakan tafsir ibnu katsir (meski dari terjemahan ) tidak menggunakan hadis sahih bukhari (meski terjemahan ) dan selain nya, sebab mereka adalah ulama’.
Dalam Hadis Dhaif Rasulullah bersabda:
‘Ikutilah Ulama’ sebab mereka adalah lampu dunia dan pelita akhirat (HR. Ad Dailami).[8]
Dalam Muqaddimah al majmu’ imam an Nawawi pada sub bab larangan keras dan ancaman besar bagi orang yang menyakiti atau merendahkan fuqoha’ dan ulama’ terdahulu, Anjuran memuliakan mereka dan mengagungkan kehormatan mereka menyetir ayat’(QS. Al hajj : 32 ) Yang artinya :
‘Demikianlah (perintah Allah ). Dan berangkatkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya tibul dari ketakwaan hati.
(QS . Al ahzab ) ayat 58.
‘Dan orang yang menyakiti kaum mukminin dan mukminat Tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguh nya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.
Beliau juga mengutip hadis shahih shahih :
‘ Barang siapa memusuhi waliku sungguh aku mengumumkan perang dengannya’.
Alkhatib al Baghdadi menukil dari imam As syafii dan Imam Abu Hanifah Radhiallahu ‘anhuma kedua nya berkata ;” [9]
‘ Jika fuqaha bukan walinya Allah, maka baginya tidak ada wali.
Abdullah bin abbas berkata :
‘ Barang siapa yang menyakiti seorang ahli fiqih maka ia telah menyakiti rasulullah , Dan barang siapa yang menyakiti rasulullah maka ia telah menyakiti Allah Azza Wajalla.
An nawawi juga mengutip pernyataan al Hafidz Ibnu Asakir,
‘Ketahuilah wahai saudara ku –semoga Allah memberi taufiq kepada ku dan kepada anda berupa ridho Nya, menjadikan kita sebagai orang orang yang takut kepadaNya, dan bertaqwa kepada Nya, dan sebaik baik taqwa –bahwa daging para ulama’ itu beracun. Dan kebiasaan Allah atas orang yang merusak tirai kekurangan mereka sudah maklum bagi sapapun. Barang siapa yang mengumbar lisannnya dengan celaan kepada ulama’ maka Allah akan menimpakan siksa berupa kematian hatinya sebelum ia Mati.
BAB III
PENUTUP
- KESIMPULAN
- MTA (Majlis tafsir al- Qur’an) didirikan oleh Abdulllah Thufail Saputra di solo pada 19 september 1972. Ia seorang pedagang yang sering berkunjung ke berbagai kota di indonesia sebelum mendirikan organisasi ini. MTA dirintis dengan tujuan mengajak masyarakat untuk kembali kepada al quran.
- Doktrin MTA
- Islam Harus murni al quran dan sunnah
- Menafsirkan ayat dan merumuskan Hukum.
- Ulama’ adalah orang ortodoks
[1] http://mta.or.id/faq/profil
[2] Nur Hidayat Muhammad, Meluruskan Doktrin MTA, Surabaya:Muara progesif, hal : 1
[3] Nur Hidayat Muhammad, Meluruskan doktrin MTA, Surabaya: Muara prosesif, hal : 4
[4] Nur Hidayat Muhammad, Meluruskan doktrin MTA, Surabaya : Muara Progesif, hal : 17
[5] Nur Hidayat Muhammad, Meluruskan Doktrin MTA, Surabaya : Muara Progesif, hal : 17
[6] Nur Hidayat Muhammad, Meluruskan Doktrin MTA, Surabaya: Muara Progesif, hal:21
[7] Nur Muhammad Hidayat, Meluruskan Doktrin MTA, Surabaya: Muara Progesif , hal : 25
[8] Nur Hidayat Muhammad, Meluruskan Doktrin MTA, Surabaya: Muara progesif, Hal : 25
[9] Nur Hidayat Muhammad, Meluruskan Doktrin MTA, Surabaya: Muara Progesif, hal : 26